Bebas...dan Terbanglah !

Bebas...dan Terbanglah !

Minggu, 18 April 2010

Praktis Juga Mesti Higienis


Belakangan ini, depot air minum isi ulang makin banyak ditemui di tengah-tengah pemukiman warga. Yup, membeli air minum isi ulang kayaknya perlahan tapi pasti bakal menggeser kebiasaan memasak air sebagai air minum. Gimana nggak Xpresia, air minum isi ulang bisa didapetin dengan harga Rp 3000 per galonnya. Bandingkan kalo kita memasak air mentah segalon, yang butuh cost yang lebih gede, karena waktu memasak yang nggak sebentar.
Xpresi pun menyambangi salah satu depot air minum di pemukiman warga di Rawajaya, belakang komplek IAIN Raden Fatah. Menurut owner-nya, Pak Toto, banyak warga sekitar Rawajaya yang ngisi air minum di tempatnya. Apalagi, di sekitar depotnya banyak anak kuliahan yang nge-kost, dan pastinya mereka repot kalo mesti masak air buat diminum.
Air minum isi ulang emang dirasa lebih praktis, tapi apa bisa dijamin higienis? “Air di depot ini sudah melewati beberapa proses penyaringan, sehingga kebersihannya bisa dijamin,” ujar Pak Toto. Depot air minumnya juga udah dapet lisensi kelaikan dari Dinas Kesehatan Kota Palembang. Beliau menambahkan, kalo air minum di depotnya berasal dari sumber mata air Desa Sukomoro, dan melewati beberapa tahapan dulu sebelum masuk ke galon. Dimulai dari pengontrolan air yang baru keluar dari tangki, lalu penyaringan lumpur yang mengendap dalam air, terus dilanjutin penyaringan unsur-unsur logam. Terus, air melewati proses ozonisasi pake sinar ultraviolet (UV), buat membunuh bakteri. Lalu kembali dikontrol, sehingga air yang keluar pun steril dan aman dikonsumsi. Paling lama tiga hari sekali, tangki depot pun diisi kembali. Sejauh ini juga, belum ada tuh keluhan dari konsumen Pak Toto sama air minum isi ulangnya.
Well, ini juga tergantung sama pengawasan dari pihak berwenang, yaitu Dinas Kesehatan. Menurut dr. Anton Suwindro, Kabid Pengendalian Masalah Kesehatan Dinkes Kota Palembang, pihaknya ngadain uji ulang terhadap air minum suatu depot tiap 6 bulan sekali. “Caranya, bisa dari pihak kita datang ke lapangan mengambil sampel, atau dari pemilik depot yang datang sendiri,” ujar beliau. Dalam pengujian ini banyak juga lho yang perlu diperhatiin, antara lain masalah bakteri Escherichia coli (bakteri yang bikin infeksi saluran pencernaan), terus juga derajat keasaman (pH) air, dan kejernihannya. Kalo seandainya ditemukan hal-hal di luar batas normal, pihak penguji langsung periksa ke depot yang bersangkutan, buat ngelihat langsung gimana proses pengolahan airnya, mulai dari kebersihan alat-alat dan peralatannya, lingkungannya, sampe kebersihan pekerjanya. Depot tersebut juga bisa dicabut izin kelayakan produknya, bila ada yang nggak sesuai sama syarat dan ketentuan yang mesti dipenuhi. dr. Anton juga menambahkan, bahwa Depkes juga bakal berkoordinasi sama pihak terkait buat mencabut izin usahanya, bila masih melanggar.
Nah, seandainya suatu saat Xpresia nemuin hal-hal yang nggak beres sama suatu produk air minum isi ulang, jangan sewot sendiri, dong. Lapor aja ke Dinkes setempat biar bisa ditindaklanjuti. Kalo Xpresia pengen ngisi ulang air minum, beli dari depot yang paling dekat dari rumah. “Kebersihan kios pun harus terjaga dan terjamin,” ujar dr. Anton. Beliau juga merinci, bahwa air yang baik itu yang nggak berwarna, nggak berbau, dan nggak berasa. “Kalau ada waktu, diharapkan air tersebut tetap dimasak, biar lebih bagus,” tambahnya.
So, nggak perlu takut buat beli air isi ulang. Asalkan kita bisa milih-milih mana depot air minum yang selalu menjaga kualitas dan kebersihannya. Dan yang paling penting, sebelum minum, jangan lupa baca do’a. Okeh! (x*Qn)

Tausiyah Sahabatku...


Selama ini, semenjak saya mulai aktif di pengajian kampus, Inbox di hape saya penuh dengan sms yang berupa tausiyah dari teman-teman saya. Ya, lama kelamaan Inbox-nya pasti bakalan penuh, dan mau tak mau sms-sms yang sudah 'usang' mesti dihapus.

Tapi saya berpikir bahwa sayang sekali untuk menghapus sms tausiyah dari teman-teman. Saya berpikir bagaimana caranya agar Inbox saya tetap bisa 'bernapas', tetapi sms tersebut tetap bisa dibaca.

Yup, ini sebagian kecil dari tausiyah-tausiyah tadi. Yang selalu dinanti oleh seseorang yang baik dari sahabatnya.

Akhirnya, jangan pernah merasa bosan untuk mengirim sms tausiyah, atau menerima sms tausiyah. Di situlah arti seorang sahabat, selalu mengingatkan Anda, untuk berada dalam kebenaran.

^_^


Ya Allah, Yang Maha Mulia, hamba memohon kepada-Mu, Rabb Pemilik Arsy Yang Agung agar senantiasa menjaga saudara-saudaraku di dunia dan akhirat, dan menjadikan mereka berkah di manapun mereka berada...
Ya Allah, jadikanlah saudara-saudara kami orang yang apabila diberi rezeki mereka bersyukur. Apabila ditimpa musibah mereka bersabar. Dan jika mereka berbuat dosa, mereka segera bertaubat...


^_^

Salam ukhuwah. Pelanggan dengan nomor ini meminta Anda untuk tersenyum ceria dalam mengawali hari ini dengan penuh semangat, keikhlasan, dzikrullah, dan kuatkan pengharapan pada-Nya untuk segala impian hari ini dan hari esok, segera mantapkan prasangkamu pada-Nya...Yakinkan hatimu..., do’amu akan terwujud segera, sebab semua tergantung pada keyakinanmu pada-Nya. Semoga hari ini penuh barakah dan ridha-Nya, Amin ya Rabb...
Wassalam
Ta’zhim
Sahabatmu

^_^

Seorang pemenang tahu bahwa setiap langkah ke arah suatu tujuan, itu sendiri merupakan keberhasilan.

^_^

“Musibah adalah balak dan mengeluh adalah balak kedua yang menghancurkan pahala yang didapat pada balak pertama”

^_^

Seorang dengan tujuan yang jelas akan membuat kemajuan walaupun melalui jalan yang sulit. Seseorang yang tanpa tujuan, tidak akan membuat kemajuan walaupun di jalan yang mulus. Bahkan Albert Einstein pernah berkata, “bakat saya hanya 10%, tapi kerja keras saya 90%”. Tapi ia berhasil menjadi penemu teori yang dikenal dunia! Sekarang tata hidup kita! Yang penting bukanlah di mana Anda berada dahulu, atau di mana Anda berada sekarang, melainkan ke mana Anda ingin menuju.

^_^

Ternyata kita dengan Rasulullah cuma berbeda “sedikit”; Rasul sedikit makan, kita sedikit-sedikit makan. Rasul sedikit tidur, kita sedikit-sedikit tidur. Rasul sedikit marah, kita sedikit-sedikit marah. Rasul sedikit-sedikit sedekah, kita sedikit sedekah. Rasul sedikit-sedikit beramal, kita sedikit beramal. Ayo kita ikuti jejak rasul!

^_^

Rawatlah kepercayaan (amanah) sekecil apapun. Karena kepercayaan adalah suara hati bukan suara keangkuhan. Jawab dengan takbir !!!
Semoga kita menjadi orang –orang yang amanah.


^_^

Ukhuwah itu bukan terletak pada pertemuan. Bukan pada manisnya ucapan di bibir. Tapi pada ingatan seseorang terhadap saudaranya dalam doanya. (Imam Ghazali). Ya Allah, penuhkanlah saudaraku dengan kelimuan, hiasilah hati mereka dengan kesabaran dan kasih sayang, muliakan wajahnya dengan ketakwaan, dan perindah fisik mereka dengan kesehatan. Serta terimalah amal ibadah mereka dengan kelipatgandaan pahala dan barokah. Amien.

^_^

Jumat, 16 April 2010

Karena Senyum Itu Indah


Manis wajahmu kulihat di sana
Apa rahasia yang tersirat
Tapi zahirnya dapat kulihat
Mesra wajahmu dengan senyuman

Senyuman... senyuman
(Raihan-Senyum)
Xpresia, coba tebak sedekah apa yang paling gampang dilakukan? Yup, apalagi kalo bukan senyuman. Biarpun kelihatannya sepele, senyum ternyata punya pengaruh juga, lho. Senyum kita itu menunjukkan ekspresi diri kita yang lagi happy dan good mood. Kalo kita senyum, orang yang memandang kita bakalan merasa lebih enjoy ketimbang kalo kita pasang muka cemberut. So, sering-sering aja tersenyum asalkan dengan sikon yang tepat. Maksudnya, jangan sampe dengan kita tersenyum itu justru bikin orang tambah illfeel. Jangan pula senyam-senyum sendirian tanpa sebab, kalo nggak mau dibilang gila. Hehehe...
Hmm..ternyata senyum tiap-tiap orang itu karakternya beda-beda, lho. Berdasarkan polling Xpresi terhadap remaja Kota Palembang, 50 persen dari mereka punya karakter senyum yang lebar, nggak kelihatan giginya. Selain itu, ada juga yang berani senyum “3 jari” dengan gigi yang terlihat (27,3 persen). Kayak Yunita (16), siswi SMA Muhammadiyah 1 Palembang, “aku lebih suka senyum yang keliatan gigi, biar lebih manis gitu,” ujarnya. Wah, bagus nih. Apalagi kalo giginya putih bersih, tambah enak dilihat. But, ada lho 10,7 persen yang senyumnya terlihat ‘nggak ikhlas’ alias senyum sinis. Nah, mungkin ini yang dibilang senyum membawa luka. Dan ini nggak bagus buat dicontoh, coz bukannya bikin orang senang hati tapi malah sakit hati.
Nah, selain bisa bikin orang good mood, pastinya senyum juga punya manfaat dan efek positif buat diri kita. Menurut 35 persen Xpresia, senyum itu salah satu bentuk ibadah. Yup, karena senyum itu tanda kebahagiaan dan rasa syukur kita pada Yang Kuasa. Senyum juga bermanfaat tuk kesehatan (31,6 persen) dan bisa bikin wajah kita lebih cakep (18 persen). Persis dengan penuturan Rady Yansyah (20), mahasiswa STIK Bina Husada, “Senyum itu bermanfaat biar kita bisa tetep awet muda,” tukasnya. Selain itu juga, ketika pikiran bete karena masalah dan tugas yang numpuk, kalo dihadapi dengan senyuman pasti bakal jadi lebih gampang dan enjoy.
Itu kalo senyumnya tulus ikhlas dari hati, dan gak dipaksakan. Kalo gak ikhlas malah bikin tambah bete. Sebanyak 43 persen Xpresia mengaku nggak pernah ngasih senyuman pahit sama seseorang, alias selalu ikhlas tersenyum. Sebaliknya, 23,7 persen lainnya mengaku pernah nggak ikhlas ngasih senyum sama seseorang. Hmm...segitu bete-nya sampe-sampe susah buat ngasih seberkas senyum tulus. Tapi, keadaan kayak gini jangan dibiarin terlalu lama. Mesti diselesaikan masalahnya, biar senyum tulus itu hadir kembali.
Well, kayak yang udah dibilang tadi, senyum emang terlihat sepele. Tapi, di balik itu ada banyak makna dan rahasia. 81,4 persen Xpresia setuju sama hal ini. Menurut mereka, selain punya makna ibadah dan bisa bikin seseorang lebih enak dilihat, ternyata senyum itu juga bisa bermakna sebaliknya, lho. “Senyuman seseorang itu sarat makna. Ada senyum tulus, terpaksa, sinis ataupun senyum nakal. Makanya hati-hati kalo tersenyum. Jangan sampe disalahartikan oleh orang lain,” tutur Aisyah Putri (17), siswi SMAN 19 Palembang. Setuju, deh. Tapi, ada 12, 3 persen yang menganggap kalo senyum seseorang itu gak bermakna apa-apa, kok. Senyum itu hal yang biasa aja, nothing special.
Perlu Xpresi tahu, kalo Rasulullah ngajarin kita buat tersenyum sama semua orang bahkan yang pernah bikin kita sakit hati. Yup, membalas keburukan dengan keburukan itu hal yang biasa aja. But, lain halnya kalo membalas keburukan dengan keindahan. Itu baru luar biasa.
Tersenyumlah, karena senyum itu indah. (x*Qn)

Kamis, 25 Maret 2010

“Stop Perusakan”, Mulai Dari Diri Sendiri


Xpresia pernah kebelet pipis di tengah jalan atau di tempat umum?? Terpaksa deh, buru-butu cari toilet terdekat buat menunaikan niatan tersebut. Tapi, pas udah dapet tempatnya, Oh my got!! Tiba-tiba, sesuatu membuat Xpresia melupakan rasa ‘kebelet’ yang tadi udah di ujung tanduk, malah berubah kondisi menjadi pusing-pusing plus rasa mual karena kondisi toilet yang membuat Xpresia bepikir, “shiit.. gak mungkin banget gue pipis di tempat sejorok ini”
Yah.. gak bisa dipungkiri beberapa tempat umum terkadang buat kita jengkel. Mulai dari toiletnya yang gak layak pakai atau fasilitas umum lainnya yang dirasa kurang efektif atau malah gak efektif sama sekali. Pendek kata, lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya, karena fasilitas umum yang gak kepake itu malah buat sejumlah oknum yang gak bertanggung jawab punya niat untuk merusaknya.
Bukanlah pemandangan yang aneh kalau kita melewati sejumlah tempat umum yang ramai dikunjungi baik sekedar buat tempat nongkrong atau jalan-jalan. Tapi apakah Xpresia pernah memerhatikan keadaan di sekitarnya? Kayak yang terjadi di pelataran Benteng Kuto Besak nih, atau yang biasa Xpresia kenal dengan BKB, ternyata pager-pager yang membatasi tempat ini dengan sungai Musi udah kayak ‘prasasti’. Gimana nggak tuh, kalo sepanjang kawasan yang enak banget dijadiin tempat nyantai sembari ngobrol-ngobrol ini, dicorat-coret sama oknum yang gak bertanggung jawab.
Umumnya sih, mereka pasti cuma pada iseng membuat tulisan yang pengen dikenang sepanjang masa. Tapi mesti sadar diri, guys! Jangan sampe mengganggu ketertiban umum gitu, donk. Gak berhenti sampe di situ, kita juga bisa jumpai kejadian serupa di sepanjang jalan raya dalam bentuk yang lebih kreatif, kayak gambar-gambar atau grafiti yang terpampang di tembok-tembok gedung, jembatan, halte, atau telepon umum yang sepertinya udah gak berfungsi lagi.
Upss..gak berfungsi lagi, (ta-nya-aa..ke-na-pa..?). Yupz, ini pasti akibat dari tidak ada kesadaran pada masyarakat terutama Xpresia nih, untuk menjaga dan merawat fasilitas tersebut. Gak sedikit kita temui telepon umum yang kesannya cuma mejeng doank di jalan-jalan akibat kerusakan permanen yang dideritanya. Faktor utama pasti terletak pada pengguna telepon umum itu sendiri yang kurang menjaga bahkan bertindak semena-mena, seperti mengetok-ngetokkan gagang telpon karena ingin mengeluarkan koin 500 yang nyangkut. Wah perusakan macam apa lagi ini?!
Untuk itu, kita kudu punya kesadaran dan rasa memiliki buat menjaga fasilitas-fasilitas umum yang ada. Jangan sampai Xpresia malah menambah daftar panjang kerusakan yang terjadi. Rugi banget, kan? Secara pemerintah udah repot-repot menyediakan berbagai sarana dan prasarana itu untuk masyarakat.
Tentunya banyak manfaat yang bisa Xpresia rasain dari adanya perhatian pemerintah itu. Kita gak perlu takut nyebrang jalan raya karena ada jembatan penyebrangan. Kita juga bisa dengan nyaman menunggu angkutan umum karena ada halte. Sarana komunikasi juga gak bakal terganggu kalo sewaktu-waktu kita butuh telpon umum. Tempat-tempat umum yang biasa kita kunjungi tetep enak dilihat kalo suasananya rapi dan terawat. Dan yang paling penting, kita gak bakal ngerasa was-was ke wc umum kalo tempatnya bersih! So, mulailah dari diri kita sendiri untuk menjaga semua itu. (Xpresi*yu2n)

Rabu, 24 Maret 2010

NGELEM, bisa merusak otak kamu!!


Gak bisa ditolak lagi Xpresia, dampak arus globalisasi dan kejamnya kota telah memangsa anak jalanan. Buktinya, hampir di setiap perempatan lampu merah ada anak jalanan yang mengamen. Banyak lagi diantara mereka yang mengais rejeki di antara tumpukan sampah dan memilih menjadi pedagang asongan. Tragisnya, mereka jadi korban kekerasan dan perbudakan narkoba.

Hal janggal bila di pandang mata orang normal, agenda sehari-hari mereka yang suka ngisap lem, alias ngelem. Ya, walaupun gak semua anak jalanan begitu. Seperti Dedi (16), “gue udah tau akibatnya kalo ngelem kita bisa kecanduan, mas. Cari makan ajah susah, apalagi harus beli lem,” ujar cowok ini diplomatis. Beda lagi dengan bocah pengamen yang gue (red:al) temuin di lampu merah. “Hidup sudah susah, tapi sekali-kali gue tidak ingin merasa susah. Dengan ngelem bisa berkhayal mengenai apapun dan sejenak mengalihkan perhatian dari kerasnya hidup yang harus dijalani, ” tuturnya. Intinya gini Xpresia, kebiasaan yang mereka melakukan ini merupakan suatu kenikmatan bagi mereka. “Dengan begini, kita bisa gampang tidur, nggak gampang lapar, apalagi pengen yang lain-lain. Pokoknya tidur aja,” ujar anak jalanan lainnya. Oh no!! Seandainya mereka tahu, seperti yang diungkapkan oleh Desi (17), siswi SMAN 3, bahwasanya ngelem yang mereka lakukan selama ini bisa berefek buruk pada badan. Buruknya terjadi pada kerusakan jalur sistem syaraf pusat, kerusakan hati dan jantung, sakit di perut dan sakit saat mengeluarkan air seni, kram otot atau batuk-batuk. Lebih parah lagi bisa mengakibatkan kanker pada sumsum tulang. Bahaya banget kan Xpresia!!

Ternyata gak hanya ngelem, beberapa anak juga kecanduan obat-obatan, mulai dari obat batuk murahan hingga pil koplo. Mereka juga acapkali meminum minuman keras yang dioplos dengan minuman bersoda. Ya, ampun! Kebiasaan apa lagi nih?! Satu kata, gila, gila, dan gila. Enaknya apa coba ngelakuin itu?! Yang jelas, itu merugikan diri sendiri dan parahnya bisa membunuh diri sendiri secara perlahan-lahan. Jangan dicoba ya, Xpresia!!

dr. H. Welly Refnealdy, M.Kes, mengungkapkan buruknya mengisap lem ini disebabkan karena lem itu sendiri mengandung Lysergic Acid Diethylamide(LSD), yang merupakan bahan kimia yang bisa merusak sel-sel otak dan membuat seseorang tidak normal. Ditambahkan pula oleh beliau bahwasanya seseorang melakukan ini karena ingin keluar dari permasalahan. Itu tadi, jalan pintasnya, ya, ngelem.

Maraknya kasus ngelem ini Xpresia, alasannya karena lem itu murah. Bayangin ajah kalo mau beli narkoba, kan budgetnya gede. Nah, kalo lem kan murah meriah. Lagian kalo ngelem kan gak bakal ditangkap yang berwajib coz lem itu kan barang legal. Di sinilah Xpresia, letak kesadaran kita, bahwa yang nentuin hidup kita itu kita sendiri. Mau rusak itu mudah bro. Yang sulit itu jadi orang yang bener. Betul gak??

Permasalahannya sekarang adalah, bagaimana kita memecahkan masalah ini. Mereka itu butuh bantuan kita Xpresia. Kasihan mereka, kadang orang seperti mereka dijauhi dan diklaim sebagai sampah masyarakat. Padahal lingkunganlah yang mengajari mereka. Seharusnya mereka dibimbing agar tidak salah jalan, bukannya dijauhi. Mengapa kita tidak merangkul mereka, berbagi pengalaman tentang kehidupan.Toh, semua manusia di hadapan Tuhan juga sama. Mereka juga saudara kita juga, loh. (Xpresi*aL)

Si Kaki Tiga yang Fleksibel


Nggak perlu bergelantungan di pohon untuk mendapat sudut pengambilan (angle) gambar yang bagus. Yang dibutuhkan cuma sebuah benda bernama Gorillapod, atau sejumlah fotografer mengenalnya dengan sebutan tripod. Tripod adalah alat bantu agar badan kamera dapat berdiri tegak dan kokoh. Tripod berkaki tiga, sementara yang berkaki tunggal disebut monopod.
Dan Joby, sebuah perusahan desain kreatif peralatan elektronik, udah bikin tripod unik yang bisa dipake di segala kondisi dan situasi pemotretan. Joby menyebut tripod unik itu Gorillapod. Benda ini merupakan tripod yang fleksibel. Gorillapod dikatakan unik karena ketiga kakinya nggak cuma bisa berdiri tegak, melainkan elastis kayak karet dan konstruksinya kokoh.
Ketiga kakinya bisa diputar sampe 360 derajat. Kakinya bisa dililitkan di batang pohon, stang sepeda, tiang dan bisa disesuaikan di segala medan.
Pertama muncul, versi originalnya, Gorillapod cuma bisa dipake buat kamera digital saku (digital pocket). Benda kaki tiga elastis ini cuma mampu menopang kamera yang berat maksimalnya 325 gram. Nah, ke sininya, Joby mengembangkan teknologi Gorillapod hingga alas kakinya berupa magnetic. Keuntungan alas magnet, si kaki tiga fleksibel ini bisa nempel di media besi.
Kemudian hadir lagi inovasi si kaki tiga yang dapat menompang kamera (Digital) Single Lens Reflect: Gorillapod SLR-Zoom dan Fokus. Maksimal berat kamera yang bisa memakai ‘jasa’ Gorillapod bobotnya sampe 5 kilogram. Kaki-kaki Gorillapod dibikin dari bahan ABS plastik dengan kualitas tinggi dari Jepang dan sekrup-sekrupnya terbuat dari stainless steel. (Xpresi*yesi)

SAVE YOUR LIFE WITH SAFETY RIDING !!!


“ Pake helm nggak ya ??? males ahh...ntar rambut gue rusak nee..mana abis dicreambath lagi...,” kata Si X. Yupzzzs... gara-gara ketidakatahuan or kelalaian kita bisa menyebabkan kecelakaan lalu lintas saat berkendaraan loh.., yang otomatis kita sendiri yang nanggung resikonya...resiko ditanggung penumpang gitu!!!. Coba dech kita liat fakta berdasarkan data dari kepolisian tahun 2006 aja, tiap 1 jam itu ada 2 orang meninggal akibat kecelakaan lalu lintas. Hhmm...gimana ya kalo dari 2 orang itu kamu??? Ihh..serem...jangan sampe dech!!! So that’s why kita kudu kenal ama yang namanya safety riding.
“Safety Riding.....” apaan sih????
Safety Riding itu maksudnya konsep/pemikiran kita dalam mempelajari hal-hal dan tindakan kita untuk mencegah atau mengurangi resiko kecelakaan bila itu terjadi pada saat kita berkendara. Pada sebelumnya telah dipaparkan beberapa hal penting dalam berkendara dari 4 faktor yakni Manusia, Motor, Skill/kemampuan, dan kondisi. Disamping hal itu ditekankan pada kebiasaan baik pengendara dalam berkendara di jalan raya. Kebiasaan disini maksudnya pengaruh orang tersebut dalam berkendara dengan penyesuaian dirinya dengan kondisi sekitar. Jika kebiasaan buruk selalu dilakukan maka pengaruh buruk juga akan terjadi pada kondisi yang dihadapi, bahkan dapat berakibat sangat fatal seperti terjadinya kecelakaan.
Safety riding itu ada teori n prakteknya, sebelum berkendaraan kita kudu nyiapin keperluan berkendaraan, misalnya aja :
* Sarung Tangan, sebaiknya memiliki lapisan yang dapat menutupi kedua belah tangan dan bahan yang dapat menyerap keringat serta tidak licin saat memegang grip/handle motor.
* Jaket, sebaiknya mampu melindungi seluruh bagian tubuh baik dari terpaan angin maupun efek negatif kala terjadi benturan baik kecil maupun besar.
* Helm (minimal Half Face), sebaiknya mampu memberikan proteksi lebih kepada kepala, poin inilah yang selalu dilewatkan oleh tipikal bikers pengguna helm ‘catok’ dan sejenisnya.
* Sepatu, haruslah mampu memberikan kenyamanan serta keamanan bagi seluruh lapisan kaki.
Kalo prakteknya ya diajari berbagai macam teknik seperti, teknik pengereman, teknik “slalom” , teknik berjalan di atas lintasan, teknik berkendara di lintasan lurus dan sempit,dll.
So...kalo lagi berkendaraan,selain kita kudu ngerti safety riding..kita mesti jalananin juga aturan yang ada biar selamat sampe tujuan n buktikan kalo kita mampu berkendara dengan baik, nggak sembrono or ugal-ugalan, juga menghormati sesama pengguna jalan serta memberi contoh positif kepada sesama pengguna jalan. Ok !!!
Safety is Everything friends !
(*xpresi/yunia)

Selasa, 23 Maret 2010

“Gagal Merencanakan, Berarti Merencanakan Kegagalan...”

Perencanaan, hal yang senantiasa kita lakukan sebelum melakukan pekerjaan, agar dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, dan membuahkan hasil yang diharapkan. Perencanaan yang baik, tentunya dapat menjadi langkah awal dari kesuksesan yang akan dicapai selanjutnya. Tinggal bagaimana kita melaksanakan perencanaan tersebut dengan sebaik-baiknya.
Sebaliknya perencanaan yang buruk dapat menjadi sugesti yang buruk dalam menjalani suatu pekerjaan. Karena diawali dengan langkah yang buruk, akan berpengaruh dalam pelaksanaan pekerjaan. Maka, merencanakan bukanlah hal yang main-main. Merencanakan adalah berpikir optimis untuk meraih kemenangan.
Alhamdulillah, Ahad kemarin (21/3), Lembaga Dakwah Kampus (LDK) Refah sukses melaksanakan Rapat Kerja Pengurus masa bakti 2009-2010, bertempat di Auditorium IAIN Raden Fatah Palembang. Dalam rapat yang berlangsung dari pagi hingga Ashar tersebut, dipaparkan visi, misi, dan program kerja dari Ketua Umum serta beberapa departemen dan biro yang ada dalam lingkup UKMK LDK Refah.
Beberapa departemen dan biro itu antara lain Departemen Kaderisasi, Departemen Syiar, Departemen Media, Departemen Dana dan Usaha, Departemen Kemuslimahan, serta Biro Kesekretariatan. Semuanya diamanahi tugas masing-masing dan menangani wilayah yang berbeda. Namun, pada akhirnya semua menjadi suatu sinergi yang akan menguatkan satu sama lain, bila masing-masing dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Tetapi tidak bila sebaliknya amanah yang ada dijalankan dengan setengah hati. Bila itu terjadi pada satu departemen, misalnya, efek negatifnya bukan hanya terjadi pada departemen yang bersangkutan, tapi bisa berpengaruh pada kinerja departemen lainnya, baik secara fisik maupun psikis. Sukses atau tidaknya tugas yang kita jalani, itu sedikit banyak dipengaruhi oleh perencanaan kerja sebelumnya.
Perencanaan yang teraktualisasikan dalam Rapat Kerja LDK hendaknya dapat menjadi awal yang menentukan langkah ke depan. Dengan izin dan ridho Allah SWT, mari bersama kita melangkah dengan penuh kepastian menatap kemenangan di depan.
Dan Allah senantiasa bersama mereka yang sabar.

Wallahu A’lam Bishshawab

Emosi atau Logika, Pilih Mana?


Alkisah nih, ada pasangan yang lagi marahan. Si cowok nelpon ke ceweknya, eh, di tengah-tengah obrolan tiba-tiba si cewek menutup telponnya. Padahal, dalam hatinya berharap si cowok nelpon balik ke dia. Si cewek cuma mau tahu segede apa sih perasaan pasangannya sama dia. Di adegan lain nih, ketika ada cowok cekcok adu mulut sama ceweknya di dalam mobil, tiba-tiba cewek tersebut maksa minta turun dari mobil, dan berhasil. Dalam hatinya, si cewek berharap pasangannya keluar mobil buat mengejarnya, dan sebenernya emang nggak pengen turun (karena nggak bawa ongkos. Hehehe…). Dia cuma pengen ngebuktiin apa si cowok masih sayang sama dia. Btw, kasihan juga ya tuh cewek kalo nggak dikejar. Hehehe…
Yup, sepetik kisah di atas (yang banyak jadi cerita sinetron) menunjukkan kalo perempuan itu lebih emosional ketimbang laki-laki. Dalam menyikapi sesuatu or mengambil tindakan nih, cewek lebih sering pake perasaan dan emosi, berbeda dengan cowok yang cenderung memakai logika dan melihat realita yang ada. Ini sesuai dengan polling Xpresi terhadap remaja kota Palembang, yang menunjukkan kalo 57 persen Xpresia setuju bahwa cewek itu lebih emosional ketimbang cowok. “Biasanya cewek lebih banyak mengandalkan perasaan. Padahal, gak semua yang dirasakannya itu benar. Ya, emosi sesaat, gitu,” ujar Marizka Reika, mahasiswi Unsri. Tapi, ternyata ada juga loh 43 persen yang berpendapat kalo cowok juga bisa lebih pake perasaan dan jadi lebih emosional. Iyalah, secara setiap manusia kan juga punya perasaan, tapi yang ngebedain cuma seberapa besar dan seringnya perasaan itu dipake.
Nah, kalo cewek emang lebih mengandalkan perasaannya, kok bisa ya kayak gitu? Apa emang udah hukum alam?? “Cewek itu lebih menjiwai sesuatu. Ya, mungkin udah sifat dari sananya,” tukas Putri Julia, mahasiswi Unsri. Hmmm…bener juga si Putri, dan begitu juga dengan 8 persen Xpresia yang berpendapat kalo itu emang udah jadi sifat alami setiap cewek. Apalagi kalo pas saat tertentu, situasi dan kondisi yang terjadi bikin cewek jadi lebih emosional (15 persen). Nah, ada juga 24 persen yang berpikir kalo dalam keadaan tertentu nih, lebih jelasnya pas lagi ‘dapet’, si cewek bisa jadi lebih emosional. Tapi, paling banyak Xpresia yang abstain alias nggak tahu apa sebab si cewek lebih emosi. Ada 43 persen! Wah, kenapa tuh?
Lalu kenapa juga ada yang berpendapat kalo yang lebih berperasaan itu cowok, bukannya cewek? “Kan kalo cowok pas ada masalah sedikit langsung marah. Emosional banget, deh,” kata Andy Hermawan, siswi SMA Arinda Palembang. 29 persen Xpresia berpikir kalo hal itu emang udah sifatnya cowok. Hehehe…mungkin ini yang disebut dengan cowok melankolis. Hayo para cowok, siapa yang kayak gitu? Ada juga 5 persen yang berpikir kalo itu sifatnya kadang-kadang aja, alias si cowok emang lagi sensi, gitu. Tapi, faktor lingkungan sekitar berpengaruh juga, dan itu pendapatnya 5 persen Xpresia. Selebihnya sekitar 48 persen lagi-lagi sama kayak yang di atas. Abstain!
But, kalo kamu emang punya pacar, dan pacar kamu itu termasuk orang yang suka dan cepat mengandalkan emosi, apa kamu setuju sama sifatnya itu? Yup, 89 persen pada nggak suka sama pacar kayak gitu. Soalnya, pacar kayak gitu cuma bisa bikin bete dan selalu buat kita kesal sama sikapnya yang terlalu maen emosin dalam menjalankan hubungan. Repot juga kan kalo punya pacar yang dikit-dikit cemburu, dikit-dikit marah, eh, besoknya nangis-nangis. Bisa bikin kita stress juga, tuh.
Tapi ternyata ada juga lho, 10,3 persen yang pasrah sama keadaan pacarnya itu. Ya, mungkin karena udah takdir, kali. Dan itu udah jadi bagian dari sifat pasangan. So, mau nggak mau mesti kita terima apa adanya, kalo kita emang cinta. Cielahh…
Well, ini bukan masalah cowok itu nggak punya hati dan cewek itu nggak punya logika. Karena setiap manusia itu punya dua hal yang terkadang berseberangan. Hati dan logika. Antara cowok dan cewek, yang berbeda adalah seberapa besar peran hati dan logikanya, ketika menyikapi sesuatu atau mengambil keputusan. Tinggal gimana kita bersikap dan bertindak sejalan dengan akal sehat dan perasaan yang kita miliki. (x*riZqi/hNink)

Sabtu, 12 Desember 2009

“Penerapan Syariat Bisa Kontraproduktif”

Syariat Islam yang diterapkan secara terburu-buru hanya akan memunculkan paradoks dan konflik di antara kaum muslim dan juga masyarakat Indonesia secara umum. Pemaksaan penerapannya, tanpa mempertimbangkan visibilitas dan viabilitasnya hanya akan menjadikan syariat Islam kontraproduktif bagi masyarakat.

Syariat Islam yang diterapkan secara terburu-buru hanya akan memunculkan paradoks dan konflik di antara kaum muslim dan juga masyarakat Indonesia secara umum. Pemaksaan penerapannya, tanpa mempertimbangkan visibilitas dan viabilitasnya hanya akan menjadikan syariat Islam kontraproduktif bagi masyarakat. Demikianlah sebagian inti dari ungkapan-ungkapan Rektor IAIN Jakarta, Prof. Dr. Azyumardi Azra ketika diwawancarai Ulil Abshar-Abdalla dari Jaringan Islam Liberal (JIL). Berikut petikannya:

Kita akan memfokuskan pada masalah legislasi atau bagaimana syari’at Islam dijadikan sebagai hukum positif atau UU resmi. Apakah mungkin syariat islam dilegislasikan di Indonesia?

Terima kasih. Kalau kita bicara secara umum, saya kira kalau soal kemungkinan, itu mungkin saja. Tapi kan persoalannya yang perlu kita lihat juga adalah visibilitas dan viabilitasnya.

Maksudnya?

Visibilitasnya kalau kita lihat, hukum apapun termasuk hukum syariat, itu kan berlakunya di dalam masyarakat. Jadi kita juga harus memperhitungkan kenyataan masyarakat yang ada, bukan hanya kenyataan masyarakat bahwa Indonesia itu sebagian besar orang Islam, tetapi juga ada kelompok-kelompok lain yang non-muslim. Dan bahkan kondisi di antara kaum muslim itu sendiri. Saya kira, kita harus mengakui bahwa umat Islam di Indonesia bukanlah realitas monolit, tapi adalah realitas yang beragam. Banyak golongannya, pemahaman keislamannya, tingkat kecintaannya, keterikatannya, dan pengetahuannya yang berbeda-beda.

Apa akibatnya terhadap pelaksanaan syariat Islam?

Akibatnya adalah, ini merupakan sebuah realitas sosiologis yang memang akan mempengaruhi visibilitas dan viabilitas syariat Islam itu sendiri ketika diterapkan. Artinya, tadi saya katakan lapisan masyarakat Indonesia, masyarakat muslim yang berbeda-beda tingkat pemahaman, kecintaan, dan keterikatannya pada Islam, kemudian diterapkan syariat Islam, saya khawatir ini akan menimbulkan persoalan viabilitas.

Viabilitas itu artinya hukum Islam tersebut tidak bisa bertahan, bahkan mungkin juga bisa menjadi kontraproduktif ketika lapisan masyarakat muslim yang pemahaman dan keterikatannya terhadap Islam berbeda tadi kemudian tidak sebagaimana yang diharapkan. Nah, inilah yang saya kira harus dipikirkan secara dingin, bahwa realitas seperti itu perlu dipertimbangkan betul. Karena tanpa itu, saya pikir, hukum Islam tidak memiliki viabilitas, karena mungkin nanti hanya diikuti oleh sebagian orang, tapi apakah sebagian orang Islam lain bisa mengikuti itu, apakah harus dipaksa?

Nah, kalau seandainya syariat Islam diundangkan di Indonesia, bagaimana mengatasi perbedaan-perbedaan mazhab fikih?

Ya, saya kira itu juga yang perlu diperhitungkan, karena harus kita akui bahwa di dalam soal fikih, khususnya mengenai hudud, terdapat perbedaan yang dari dulu sampai sekarang belum teratasi. Jadi, ada masalah secara internal di dalam fikih itu sendiri. Katakanlah misalnya soal hudud, atau lebih spesifik lagi soal hukum rajam. Ada kalangan ulama misalnya Mahmud Syaltut berpendapat, hukum rajam adalah hukuman maksimal. Padahal kalau hukum rajam itu menjadi hukum yang maksimal, maka salah satu filsafat hukum yang merupakan inti dari filsafat hukum adalah menghindari semaksimal mungkin hukum yang maksimal. Karena kalau hukuman maksimal dijatuhkan maka fungsi aspek edukatif dari hukum itu menjadi hilang. Itu satu contoh yang saya kira perlu dipertimbangkan.

Yang kedua, juga ada pendapat dari sebagian ulama yang mengatakan dalam hal seperti itu, sebagian dari hukum hudud itu merupakan wewenang atau ta’zir dari pemerintah, dari kekuasaan.

Apakah syariat Islam, terutama yang berkaitan dengan hudud, bisa dilaksanakan secara “swasta” oleh umat Islam, seperti dalam kasus Ambon?

Ya nggak bisa. Karena di dalam fikih sendiri dikatakan bahwa pelaksanaan hukum Islam harus dilakukan oleh negara, dalam hal ini oleh hakim yang menerima otoritas (tauliyah) dari kepala negara. Jadi, dalam fikih klasik maupun fikih siyasah, yang melaksanakan hukum Islam itu adalah khalifah. Kalau dalam masa sekarang adalah presiden. Nah, presiden RI, sejak zaman Soekarno dulu itu kan sudah disepakati secara taqrir dan secara diam oleh seluruh umat Islam di Indonesia bahwa presiden kita itu adalah waliyyul amri, sebagaimana yang diputuskan oleh ulama NU pada tahun 1954.

Kenapa dalam pelaksanaan syariat Islam, soal hudud itu yang menjadi perhatian penting?

Di zaman sekarang ini, ketika secara umum di masyarakat kita terjadi kekacauan, terjadi disorientasi sosial, dan kemudian juga hukum kurang ditegakkan oleh aparat keamanan, maka pada saat itu orang berpikir tentang sebuah alternatif.

Jadi pelaksanaan syariat Islam itu impian akan alternatif tentang keadilan?

Ya, jadi semacam sublimasi dan juga dijadikan semacam eliksir. Eliksir itu artinya obat yang dianggap akan menyelesaikan semuanya. Padahal, sekali lagi, kalau kita lihat dari filsafat hukum Islam, hukum itu tidak akan berjalan baik kecuali memang masyarakatnya sudah siap dan secara internal setiap pribadi maupun masyarakat itu mempunyai kesiapan psikologis dan kesiapan dalam bidang keagamaan.

Ada yang berpendapat bahwa para ulama sendiri yang “takut” terhadap pelaksanaan syariat. Bagaimana tanggapan Anda?

Saya kira ada benarnya, seperti para pemikir, para ulama yang tadi saya sebutkan, karena mereka mengetahui kerumitan-kerumitan yang terjadi di dalam soal fikih itu sendiri.

Mungkin bukan takut, tapi mengkhawatirkan karena tahu banyak argumen. Begitu?

Ya. Karena tahu banyak argumen di situ, tahu banyak perbedaan mazhab, dan kemudian juga pada saat yang sama mereka tahu juga realitas sosiologis masyarakat, sehingga kemudian mereka melihat bahwa sebetulnya persoalannya tidak sesederhana itu. Sekali lagi saya mengatakan, orang cenderung mengidentifikasikan syariat Islam dengan hudud, hukum-hukum yang sering disebut orang sebagai hukum yang agak keras; potong tangan, hukum rajam, dan sebagainya. Tapi orang lupa bahwa sesungguhnya hukum Islam jauh lebih luas dari itu. Jadi secara aktual, sebagian besar hukum Islam dilaksanakan secara damai. Misalnya hukum dalam bidang mu’amalah, ibadah, dan sebagainya.

Bagaimana akibat dari penerapan syariat Islam terhadap hak-hak minoritas?

Secara internal harus dibicarakan dan dirumuskan dulu perbedaan-perbedaan pandangan di antara orang Islam, khususnya ahli fikih tentang penafsiran yang berbeda, khususnya soal hudud. Baru kemudian setelah itu tentang hak-hak minoritas. Saya kira, memang harus dirumuskan secara lebih rinci dan lebih detail, karena argumen para pendukung penegakan syariat Islam itu hanya mengatakan bahwa syariat ini hanya berlaku bagi umat Islam dan tidak berlaku untuk non-muslim. Saya kira, tidak cukup hanya dengan pernyataan umum seperti itu.

Soal rahmatan lil’alamin itu kan memang sangat luas. Jadi saya kira di dalam soal penerapan syariat tentu saja kita harus mempertimbangkan, baik untuk orang Islam sendiri ataupun untuk non-muslim, agar fungsi ataupun tujuan Islam sebagai rahmatan lil’alamin betul-betul tidak terkurangi dengan pelaksanaan syariat. Sebab kalau orang Islam sendiri, misalnya, karena berbagai alasan dia belum siap, kemudian dipaksakan, islam bisa kehilangan fungsinya sebagai rahmatan lil’alamin, bahkan kemungkinan menjadi beban bagi dia. Padahal di dalam Islam ada prinsip la ikraha fi al-din, jadi orang itu tidak boleh dipaksa. Dan bahkan juga di dalam perdebatan-perdebatan dalam kalam; seseorang itu boleh terkena hukuman kalau dia menjalankan sesuatu dengan bebas dan sukarela. Jadi kalau misalnya dia melaksanakan syariat Islam karena terpaksa, saya kira taklifnya (kewajibannya) juga tidak diberikan justifikasi yang seratus persen.

Islam kan cakupannya luas. Bukan hanya soal hukum, tapi juga soal moral. Namun mengapa aspek hukuman lebih banyak mendapatkan perhatian?

Hal itu karena ada persepsi yang menurut saya tidak terlalu pas, apalagi di zaman yang tidak menentu seperti sekarang ini, maka kemudian terjadi idealisasi terhadap syariah. Padahal syariah itu sendiri, dan bahkan kehidupan keagamaan secara umum sangat tergantung kepada faktor-faktor lain. Tetapi ketika orang kehilangan orientasi, mengalami dislokasi, hukum tidak tegak, dan sebagainya, maka terjadi idealisasi terhadap syariat. Seolah-olah syariat itu bisa menyelesaikan semua masalah. Padahal persoalan-persoalan internal di dalam syariat itu sendiri masih banyak, belum terselesaikan. Bagaimana kemudian kalau masalah internal ini belum diselesaikan, sementara itu juga ada keinginan kuat untuk menerapkan, apakah ini tidak akan menimbulkan masalah-masalah berikutnya.

Di Indonesia isu syariat Islam tampaknya masih berupa retorika, belum serius membicarakan mengenai isinya apa?

Ya, jadi itulah yang juga pernah saya tulis di sebuah kolom. Misalnya saja kalau memang para pendukung, para pemikir penegakan syariat Islam di Indonesia itu serius, maka seharusnya pertama-tama mereka menyelesaikan dulu persoalan-persoalan internal yang ada di dalam fikih atau di dalam syariah itu sendiri. Yang kedua misalnya juga menyelesaikan bagaimana terjadinya konflik, konflik di antara hukum syariat di satu pihak, dengan hukum positif di pihak lain, dan bahkan juga dengan hukum adat; hukum lokal itu juga bisa terjadi ketidaksesuaian.

Ada yang berpendapat bahwa pelaksanaan syariat tidak cocok dengan kondisi sekarang karena budaya dan latar sosialnya berbeda dengan zaman Nabi dulu?

Inilah salah satu argumen yang sering kita dengar bahwa penerapan hukum syariat atau fikih ini terutama dalam bidang hudud, secara sosiologis dan historis tidak terlalu pas, berbeda. Karena kondisi sosiologis masyarakat muslim sekarang ini berbeda dengan kondisi masyarakat muslim pada masa nabi dulu. Karena itu, diperlukan terobosan-terobosan baru di dalam merumuskan kembali aspek-aspek pemikiran fikhiyyah, terutama dalam kaitannya dengan persoalan hudud tadi.

Menurut Anda, apa kekurangan dan kelebihan pelaksanaan syariat Islam bila kita melihat negara-negara Islam yang sudah pernah mencoba menerapkannya?

Saya kira, salah satu yang muncul adalah pemaksaan sebagai ekses dari penerapan syariat itu. Bahkan terhadap sebagian kaum muslim sendiri. Jadi kita harus akui, ada juga kalangan muslim yang belum siap untuk menerima hal seperti itu. Hal ini adalah kenyataan sosiologis. Dan di sini, fungsi dan peranan dakwah.

Tapi kalau bicara soal ekses, kita juga pernah dengar laporan, misalnya di wilayah tertentu yang berusaha menerapkan syariat Islam, misalnya perempuan harus mengenakan jilbab, dan itu tidak ada masalah buat kaum muslimah. Namun, eksesnya yang muncul adalah perempuan non muslim juga diharuskan memakai jilbab karena sulit membedakan apakah dia muslim atau bukan. Kemudian dia terpaksa mengenakan jilbab, dan untuk menjelaskan jati dirinya dia memakai salib di dadanya. Nah, ketika dia memakai jilbab dan memakai salib, menimbulkan masalah baru, dia dianggap melecehkan. Jadi ini satu masalah yang tadi saya singgung juga.

Syariat selalu diklaim hanya diberlakukan untuk orang Islam, tidak untuk orang non muslim. Tapi sebagaimana saya katakan tadi, kalau kita memang ingin menegakkan hal seperti itu, itu harus jelas, harus dirinci. Kalau tidak akan muncul ekses seperti yang saya contohkan tadi.

Banyak segi-segi dalam syariat Islam yang pelaksanaannya tidak fair. Misalnya ada rancangan Perda yang melarang perempuan keluar rumah setelah jam 22.00. Tanggapan Anda?

Saya kira memang asumsinya, khususnya mengenai rancangan Perda di Sumatera Barat itu, menggambarkan asumsi-asumsi yang menurut saya keliru mengenai syariat dan juga mengenai masyarakat. Atau bahkan mengenai tindakan kejahatan itu sendiri. Di sini seolah-olah pelaku kejahatan adalah perempuan, atau perempuan menjadi sumber dari berbagai tindakan kriminal. Padahal kita tahu bahwa sebagian besar pelaku kriminalitas itu adalah laki-laki. Jadi kenapa harus dibedakan.[]

Jumat, 27 November 2009

Catatan tentang film ‘2012’

Oleh Ulil Abshar Abdalla

Dalam Quran sendiri kita jumpai banyak visualisasi yang memikat tentang hari kiamat. Salah satu penggambaran hari kiamat yang agak-agak mendekati film Emmerich ini ada dalam Surah al-Takwir (Surah no. 81). Ayat ketiga dalam Surah itu berbunyi “wa idza ‘l-jibalu suyyirat”, ketika gunung berjalan. Dalam film Emmerich itu, digambarkan suatu proses dislokasi geologis yang dahsyat sehingga lanskap bumi berubah total. Gunung-gunung pindah lokasi, dan peta dunia seperti disusun kembali.

Film 2012 yang digarap oleh sutradara Jerman Roland Emmerich itu sekarang menjadi kegemparan di sejumlah kota di Indonesia. Ribuan orang berduyun-duyun ke gedung bioskop untuk menyaksikannya. Pertama kali pergi bersama isteri ke gedung bioskop Cineplex 21 di Setiabudi Building, saya tidak mendapatkan tiket. Semua tiket ludes, bahkan hingga pertunjukan paling akhir selepas tengah malam. Kebetulan saat itu adalah malam Minggu.

Seminggu kemudian, saya datang kembali, tetap bersama isteri, untuk menonton film itu. Kali ini lumayan beruntung, karena akhirnya kami mendapatkan tiket. Tetapi, saya harus sedikit memendam rasa kecewa, karena hanya mendapatkan tempat duduk satu baris sebelum kursi yang paling depan. Selama film itu diputar, saya harus menonton film itu dengan sedikit mendongak. Usai menonton, leher saya terasa pegal-pegal.

Kenapa film ini mendadak menjadi kegemparan? Pertama, karena judulnya sendiri, 2012. Konon, itulah tahun yang diramalkan sebagai akhir dunia atau kiamat. Publik tentu penasaran, seperti apakah dunia kalau kiamat nanti. Kedua, ada komentar dari salah satu petinggi MUI, yaitu H. Amidhan, bahwa film ini mengandung propaganda ‘agama’ tertentu. Maksudnya mungkin agama Kristen (saya tidak tahu, di mana unsur propaganda Kristennya dalam film ini; Roland Emmerich jelas seorang agnostik, dan tidak peduli dengan soal kekristenan).

Bahkan ada rumor bahwa film ini akan dilarang beredar, karena dianggap tidak ‘Islami’. Khawatir film ini tidak lagi beredar di pasaran, publik tak sabar untuk segera menontonnya. Sebuah media bahkan memberitakan bahwa di Bali, sejumlah penonton rela membeli tiket dengan harga dua kali lipat dari seorang calo.

Suatu kejadian yang menarik saya alami ketika saya menonton film ini Sabtu kemaren, 21/11/09, di Teater Hollywood Kartika Chandra. Saya saksikan banyak sekali ibu-ibu berjilbab yang ikut antri menonton film ini. Saya mempunyai kesan, mereka ini tampaknya bukan ibu-ibu yang masuk dalam kategori “movie goers” atau penggemar film, tetapi ibu-ibu masjid ta’lim yang mungkin baru seumur-umur menonton film. Mungkin karena mendapat kabar ‘burung’ bahwa film ini berkenaan tentang hari kiamat, mereka tergerak untuk menonton. Mungkin juga karena film ini dipersoalkan oleh seorang petinggi MUI, mereka jadi pensaran untuk melihatnya langsung.

Ala kulli hal, komentar “miring” H. Amidhan dari MUI itu justru menjadi “iklan gratis” bagi film itu. Mestinya, produser film 2012 harus memberikan ucapan terima kasih secara khusus kepada Bapak Amidhan karena telah menjadi “juru iklan gratis” bagi film tersebut.

Apakah benar ini adalah film tentang hari kiamat? Jawaban saya dengan tegas: Tidak. Ini bukanlah film tentang “doomsday,” atau yaum al-qiyamah, dalam istilah Islamnya. Ini adalah film tentang bencana alam, natural disaster. Selama ini, sutradara Roland Emmerich memang dikenal sebagai spesialis di bidang film-film bencana alam. Salah satu filmnya yang sering saya tonton dan tak bosan-bosan adalah “Independence Day”. Fantasi Emmerich dalam film ini sungguh memukai: tentang serangan makhluk “asing” dari luar angkasa yang hendak menjajah bumi dan menghancurkan peradaban manusia.

Film Emmerich yang lain dan sangat laris adalah “The Day After Tomorrow”, tentang “pendinginan global” (bukan pemanasan global) di masa yang akan datang dan kembalinya Zaman Es (Ice Age).

Sebagaimana film-film Emmerich yang lain, film 2012 mempunyai ciri khas yang sama: yaitu fantasi yang liar tentang adanya bencana alam yang maha hebat, dan usaha manusia untuk “survive” atau selamat dari bencana itu. Film 2012 berbicara tentang dislokasi atau pergeseran lempeng bumi secara global yang menimbulkan tanah longsor dan gempa bumi di sekujur bumi. Bayangkan, gempa bumi di seluruh bumi! Gempa berkekuatan rata-rata di atas 9 dalam skala richter. Akibatnya, terjadilah tsunami global berupa ombak laut yang tingginya kira-kira 1500 meter. Tak ada satupun permukaan bumi yang selamat dari hempasan tsunami ini, keculai pucuk tertinggi Gunung Himalaya.

Apakah manusia musnah karena terjangan tsunami raksasa ini? Di sinilah seluruh kisah film 2012 berpusat. Film ini, sebagaimana film-film Emmerich yang lain, berkisah tentang “ikhtiar” manusia untuk selamat dari hempasan tsunami gigantik ini. Manusia tidaklah obyek pasif berhadapan dengan alam yang sedang “mengamuk”. Manusia memiliki kemampuan untuk “mengatasi” musibah alam dengan skala global.

Dalam film itu digambarkan bahwa datangnya bencana geologi global itu ternyata sudah diprediksi oleh sejumlah ilmuwan, dan suatu proyek rahasia dengan skala global yang melibatkan sebagian besar pemerintahan negara-negara besar dunia diam-diam dimulai. Yaitu membangun enam atau tujuh kapal besar yang mampu bertahan menghadapi hempasan tsunami raksasa itu. Kapal itu dibangun di sebuah tempat di daratan Cina. Ini adalah proyek yang sangat rahasia sekali. Prediksi tentang bencana global yang mengerikan itu juga sama sekali tak diberitahukan ke publik hingga detik-detik terakhir, khawatir menimbulkan kekacauan global.

Di lain pihak, film ini juga menggambarkan tentang perjuangan hidup-mati seorang penulis dari Los Angeles, Jackson Curtis (diperankan oleh John Cusack), pengarang novel yang sama sekali tak laku (hanya terbit 500 eksemplar) berjudul “Farewel Atlantis” yang juga berbicara tentang semacam bencana hebat. Perjuangan Curtis untuk selamat dari gempa dahsyat dan longsor bumi yang menghempas Los Angeles digambarkan dengan dramatis dalam film ini.

Salah satu daya tarik film ini adalah penggambaran tentang usaha untuk selamat dari situasi maut dalam hitungan detik. Siapapun tahu inilah “bumbu” dalam film-film laga Hollywood yang menjadikannya laris-manis seperti kacang goreng. Salah satu adegan dalam film ini yang membuat penonton menghela nafas adalah saat kapal induk raksasa John F. Kennedy menghantam Gedung Putih. Walaupun kita semua tahu ini adalah efek yang diciptakan melalui manipulasi komputer, tetapi adegan itu sendiri tetap memukau.

Ujung film itu jelas: Curtis, mantan isterinya dan kedua anaknya yang berjuang hidup mati untuk mencapai daratan Cina untuk naik kapal induk akhirnya berhasil. Peradaban manusia tidak musnah di tengah banjir global yang melanda seluruh permukaan bumi. Kapal induk itu membawa manusia dan sejumlah binantang untuk melanjutkan kehidupan baru paska-banjir. Misi kapal itu memang jelas: menyelamatkan spesies manusia dan peradabannya.

Barangsiapa pernah membaca kisah tentang Nabi Nuh, sebetulnya akan segara tahu bahwa kerangka film ini memang diambil dari kisah itu. Mungkin kebetulan, atau mungkin juga disengaja oleh Emmerich atau penulis senario, anak laki-laki Jackson Curtis, salah satu tokoh utama dalam film itu, bernama Noah (versi Inggris dari nama Nuh dalam bahasa Arab).

Dalam sebuah wawancara di TV, H. Amidhan dari MUI berkata bahwa film itu tidak sesuai dengan semangat Islam. Alasannya, antara lain, bahwa hari kiamat termasuk barang gaib yang tidak diketahui oleh Tuhan. Oleh karena itu visualisasi hari kiamat tidak diperbolehkan.

Saya sebetulnya tidak ingin menganggap serius pernyataan “ngawur” tokoh MUI ini. Tetapi kalau sekedar mau “uji argumen”, maka saya bisa menjawabnya sebagai berikut. Pertama, ini bukanlah film tentang hari kiamat. Ini adalah film tentang bencana alam global yang dahsyat. Bencana ini tidak membuat dunia musnah dan manusia hilang dari pemukaan bumi. Kalau kita merujuk pengertian “hari kiamat” dalam nomenklatur Islam, jelas pengertian kiamat di sana adalah akhir dunia.

Dalam film ini, dunia digambarkan tidak berakhir. Dunia masih terus ada, dan manusia selamat dari hempasan tsunami global dan akhirnya menemukan kembali “dunia dan kehidupan baru” di Afrika, tepatnya di Semenanjung Ujung Harapan (di Afrika Selatan). Jadi keliru sama sekali manakala H. Amidhan dari MUI menganggap bahwa film ini adalah tentang hari kiamat.

Kedua, apakah betul visualisasi tentang hal yang gaib tidak diperbolehkan dalam Islam? Dari mana hukum itu dipeorleh oleh H. Amidhan. Dalam Quran sendiri kita jumpai banyak visualisasi yang memikat tentang hari kiamat. Salah satu penggambaran hari kiamat yang agak-agak mendekati film Emmerich ini ada dalam Surah al-Takwir (Surah no. 81). Ayat ketiga dalam Surah itu berbunyi “wa idza ‘l-jibalu suyyirat”, ketika gunung berjalan. Dalam film Emmerich itu, digambarkan suatu proses dislokasi geologis yang dahsyat sehingga lanskap bumi berubah total. Gunung-gunung pindah lokasi, dan peta dunia seperti disusun kembali.

Sekali lagi, tak ada larangan apapun dalam Islam untuk memvisualisasi semua hal yang gaib, terutama hari kiamat.

Ketiga, film ini, dalam pandangan saya, justru sesuai dengan semangat Islam. Film ini “mengajarkan” (tentu ini istilah yang terlalu “dramatis” untuk sebuah film yang tidak diniatkan sebagai sebuah “ajaran agama") tentang pentingnya ikhtiar dan optimisme walaupun manusia sedang dilanda bencana dahsyat yang seolah-olah di luar kekuasaan mereka. Manusia bukanlah makhluk yang tunduk saja pada “nasib”, tetapi mampu berikhitiar. Dalam keadaan yang sesulit apapun, manusia tetap harus berusaha dan memiliki harapan. Bukankah ini adalah “nilai” yang justru sesuai dengan semangat “Islam”, Bapak Amidhan?

Sebagai penutup, film ini sebetulnya tidak menarik dari segi cerita. Kalau mengharap kisah yang kompleks dan menarik dari film ini, siap-siaplah untuk kecewa. Film ini menarik karena efek-efek visual yang sangat mengagumkan. Fantasi tentang bencana alam yang tak pernah terpikirkan oleh kita dan efek-efek visual yang dengan cerdik dimanipulasi oleh Emmerich untuk menggambarkannya adalah salah satu daya tarik film ini.

Ala kulli hal, saya terhibur sekali dengan film ini.